Pokok
permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi. Pertama, logika yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Logika
membahas tentang prinsip-prinsip inferensia (kesimpulan) yang absah (valid)
dan topik-topik yang saling berhubungan. Logika sendiri terbagi menjadi dua. Logika deduktif (deductive form of inference),
yaitu cara berpikir di mana pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan
yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan
pola berpikir silogismus. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis.
Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
berdasarkan kedua premis tersebut. Perkembangan logika deduktif dimulai sejak
masa Aristoteles, setelah kontribusi oleh Stoics dan para logikawan lain pada
zaman pertengahan, mereka mengasumsikannya sebagai garis besar tradisi
Aristotelesian Logika induktif (inductive form of inference), yaitu cara
berpikir yang dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat khusus. Penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang khas dan terbatas kemudian diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum. Prinsip induktif mampu digunakan dalam
ilmu terapan pada masa John Stuart Mill dalam metodenya tentang analisis–sebab
(causal analysis) bersama dengan prinsip teori peluang dan praktek
statistik yang masih menjadi sumber-sumber utama penampilan buku tentang logika
induktif. Banyak para ahli berpendapat bahwa sekalipun sejak 1940-an logika
deduktif berkembang tetapi masih belum menyamai taraf yang dicapai oleh logika
deduktif. Dalam hal ini, logika deduktif lebih powerful.
Kedua, etika yang membicarakan tingkah laku (moral) atau perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan baik ataupun buruk. Etika dalam kajian filsafatnya dapat
diberi arti sebagai tata krama dan sopan santun yang lahir dari pemahaman
perbuatan yang baik dan buruk serta sebuah tata aturan yang berlaku dalam
masyarakat yang menjadi sebuah kebudayaan yang wajib untuk taat dipatuhi.
Ketiga,
estetika yang membicarakan tentang
keindahan. Estetika disebut juga sebagai “filsafat keindahan” (philosophy of beauty). Estetika
merupakan cabang filsafat yang berkenaan dengan keindahan dan hal yang indah
dalam alam dan seni.
Secara garis besar, filsafat terdiri atas tiga cabang yaitu: ontologi,
epistimologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu
kesatuan dan berkaitan satu sama lain.
1.
Ontologi
Ontologi
merupakan cabang ilmu filsafat yang mempelajari mengenai apa yang dikaji oleh
ilmu. Dalam hal ini, hal-hal yang dikaji adalah hal-hal yang bersifat indrawi
atau empiris. Ontologi kerap disebut juga metafisika atau filsafat
pertama. Kata
ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu on atau ontos yang
berarti ada atau keberadaan dan logos yang bermakna studi atau ilmu
tentang keberadaan
sesuatu. Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret atau
realistis. Hakekat kenyataan atau realitas
bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang, yaitu kuantitatif
(menanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?) dan kualitatif
(menanyakan apakah kenyataan/realitas tersebut memiliki kualitas tertentu). Adapun teori
Ontologi utama meliputi:
1. Materialisme à Objek-objek fisik yang ada mengisi ruang angkasa dan tidak ada yang
lainnya. Semua sifat fisik alami tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri.
2. Idealisme à Hanya pikiran/berpikir, spirit, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
berpikir yang benar-benar nyata (konkret).
3. Dualisme à Keberadaan berpikir/pikiran dan material adalah nyata dan keduanya tidak
saling mengurangi satu dengan yang lain.
Ontologi
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, di antaranya adalah, 1.
Ontologi pada dataran transenden, yakni hakikat proses adanya kebenaran
berdasarkan nilai-nilai ketuhanan 2. Ontologi pada dataran ideal yakni hakikat
proses adanya kebenaran melalui proses berfikir, baik dalam bentuk gagasan,
ide, konsep. Ontologi pada dataran ini memunculkan aliran idealisme,
rasionalisme dan eksistensialisme. 3. Ontologi pada dataran empiris, yakni
hakikat proses adanya kebenaran melalui pancaindra. Ontologi pada dataran ini
memunculkan aliran empirisme, naturalisme, realisme, positivisme dan
materialisme.
Dalam ontologi
juga dikaji dikaji beberapa ilmu, antara lain:
-
Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang yang ada atau membicarakan sesuatu dibalik yang tampak.
Metafisika tidak muncul dengan karakter sebagai disiplin ilmu yang normatif
tetapi tetap filsafat yang ditujukan terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar
perangkat dasar kategori-kategori untuk mengklasifikasikan
dan menghubungkan aneka fenomena percobaan oleh manusia.
Dalam
metafisika, terdapat berbagai persoalan yang dikaji. Pertama, kosmologi atau
teori umum proses realitas. Kosmologi berkepentingan
terhadap cara berbagai benda dan peristiwa yang satu mengikuti cara berbagai
benda dan peristiwa lain menurut perubahan waktu (satu benda ditentukan oleh
benda lainnya). Satu benda atau peristiwa ditentukan oleh sebab sebelumnya dan
tidak dapat dibalik. Determinan-determinan dari peristiwa alam yang dianggap
beroperasi dengan cara terakhir tersebut dinamakan Aristoteles sebagai
“sebab-sebab final” à final causes
à dikenal sebagai antecedent causes. Determinisme merupakan
pandangan tentang apapun yang terjadi bersifat universal, tanpa kecuali, dan
secara lengkap ditentukan oleh sebab-sebab sebelumnya. Bila pandangan ini
digabung dengan konsepsi materialisme, yaitu semua proses adalah fisik secara
ekslusif, maka pandangan deterministik ini dinamakan mekanisme. Deterministik
diakui dunia pendidikan internasional sebagai pendekatan yang powerful. Selain pandangan determinisme, kita perlu mengenal pandangan lain, yaitu
teleologi. Teleologi adalah proses yang dianggap ditentukan oleh aneka pengaruh
atau sebab akhir (influenced by ends). Kedua, antropologi. Antropologi adalah ilmu yang
menyelidiki tentang manusia yang berkaitan dengan pertanyaan pertanyaan tentang
hakikat manusia dan pentingnya dalam alam semesta.
Metafisika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan sesuatu yang bersifat
“keluarbiasaan” (beyond nature) yang
berada di luar pengalaman manusia (immediate
experience). Metafisika mengkaji sesuatu yang berada di luar hal-hal yang
biasa yang berlaku pada umumnya (keluarbiasaan) atau hal-hal yang tidak alami,
serta hal-hal yang berada di luar kebiasaan atau di luar pengalaman manusia.
Metafisika memiliki implikasi-implikasi penting untuk pendidikan karena
kurikulum sekolah berdasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai realitas. Dan
apa yang kita ketahui mengenai realitas itu dikedalikan/didorong oleh
jenis-jenis pertanyaan yang diajukan mengenai dunia. Pada kenyataannya, setiap
posisi yang berkenaan dengan apa yang harus diajarkan disekolah di belakangnya
memiliki suatu pandangan realitas tertentu, sejumlah respons tertentu pada
pertanyaan-pertanyaan metafisika.
-
Asumsi
Asumsi
adalah suatu pernyataan yang tidak terlihat kebenarannya, atau kemungkinan
benarnya tidak tinggi. Belajar dapat dipahami sebagai penyimpan informasi mulai
dari menerima informasi dari perhatian, pemahaman dan urutan peristiwa langsung
ataupun tak langsung sehingga dapat di simpan melalui ingatan dan direproduksi
menimbulkan motivasi untuk mengingatnya. Dalam mengembangkan asumsi harus
diperhatikan dua hal: 1. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan
pengkajian displin keilmuan. Asumsi yang seperti ini harus oprasional, dan
merupakan dasar dari pengkajian teoritis. 2. Asumsi harus disimpulkan dari
“keadaan sebagaimana adanya”, bukan ‟bagaimana keadaan yang seharusnya”.
Presumsi adalah suatu pernyataan yang disokong oleh bukti atau percobaan percobaan,
meskipun tidak konklusif dianggap sebagai benar atau walaupun kemungkinannya
tinggi bahwa pernyataan itu benar. Hipotesis merupakan asumsi, jika diperiksa
ke belakang (backward). Jika
diperiksa ke depan (forward) maka
hipotesis merupakan kesimpulan.
-
Peluang
Ilmu
Probabilistik atau ilmu tentang peluang termasuk cabang ilmu yang baru. Walau
termasuk ilmu yang relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika berkembang
cukup pesat.
Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0 menyatakan bahwa suatu kejadian itu tidak mungkin terjadi. Dan angka 1 menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya bahwa peluang semua makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1.
Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0 menyatakan bahwa suatu kejadian itu tidak mungkin terjadi. Dan angka 1 menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya bahwa peluang semua makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1.
Seseorang
yang mengenal dengan baik hakikat ilmu akan lebih mempercayai pernyataan “ 80%
anda akan sembuh jika meminum obat ini” daripada pernyataan “yakinlah bahwa
anda pasti sembuh setelah meminum obat ini”. Hal ini menyadarkan kita bahwa
suatu ilmu menawarkan kepada kita suatu jawaban yang berupa peluang. Yang
didalamnya selain terdapat kemungkin bernilai benar juga mengandung kemungkinan
yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari presentase
kebenaran yang dikandung ilmu tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita kepada
seberapa besar kepercayaan kita akan kita tumpukan pada jawaban yang diberikan
oleh ilmu tersebut.
Untuk
menjelaskan fakta dari suatu pengamatan, tidak pernah pasti secara mutlak
karena masih ada kemungkinan kesalahan pengamatan. Namun di luar dari pada itu
jika hal ini ditinjau dari hakikat hukum keilmuwan maka terdapat kepastian yang
lebih besar lagi. Karena itu ilmu menyimpulkan sesuatu dengan kesimpulan probabilistik.
Ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan
pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar
untuk mengambil keputusan, dimana keputusan tersebut harus didasarkan kepada
penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikian maka kata
akhir dari suatu keputusan terletak di tangan manusia, dan buka pada
teori-teori keilmuan.
-
Beberapa
asumsi dalam ilmu
Setiap
ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan
suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang
kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan
merupakan latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat
diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu
yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi
diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. Terdapat beberapa jenis
asumsi yang dikenal, antara lain:
a.
Aksioma
yaitu pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena
kebenaran sudah membuktikan sendiri.
b.
Postulat
adalah pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau suatu
fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya.
Dalam
menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan utamanya adalah
mempertanyakan pada pada diri sendiri (peneliti) apakah sebenarnya yang ingin
dipelajari dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum
kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada
paham deterministik. Sekiranya yang dipilih adalah hukum kejadian yang bersifat
khas bagi tiap individu manusia maka akan digunakan asumsi pilihan bebas. Di
antara kutub deterministik dan pilihan bebas, penafsiran probabilistik
merupakan jalan tengahnya.
Semakin
banyak asumsi berarti semakin sempit ruang gerak penelaahan suatu obyek
observasi. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat
analistis, yang mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang ada, maka
pembatasan dalam bentuk asumsi yang kian sempit menjadi diperlukan.
-
Batas-batas
penjelajah ilmu
Pada
saat ilmu mulai berkembang pada tahap ontologis, manusia mulai mengambil jarak
dari obyek sekitar. Manusia mulai memberikan batas-batas yang jelas kepada
obyek tertentu yang terpisah dengan eksistensi manusia sebagai subyek yang
mengamati dan yang menelaah obyek tersebut. Dalam menghadapi masalah tertentu,
dalam tahap ontologis manusia mulai menentukan batas-batas eksistensi masalah tersebut,
yang memungkinkan manusia mengenal wujud masalah itu, untuk kemudian menelaah
dan mencari pemecahan jawabannya.
Dalam
usaha untuk memecahkan masalah tersebut, ilmu mencari penjelasan mengenai
permasalahan yang dihadapinya agar dapat mengerti hakikat permasalahan yang
dihadapi itu. Dalam hal ini ilmu menyadari bahwa masalah yang dihadapi adalah
masalah yang bersifat konkret yang terdapat dalam dunia nyata. Secara
ontologis, ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang
terdapat pada ruang jangkauan pengalaman manusia.
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Pembatasan ini disebabkan karena fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan kepada agama.
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Pembatasan ini disebabkan karena fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan kepada agama.
Ruang
penjelajahan keilmuan kemudian menjadi cabang-cabang ilmu. Pada dasarnya
cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama yakni filsafat
alam yang kemudian berkembang menjadi rumpun ilmu-ilmu alam dan filsafat moral
yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu alam
dibagi lagi menjadi ilmu alam dan ilmu hayat. Ilmu-ilmu sosial berkembang
menjadi antropologi, psikologi, ekonomi,sosiologi dan ilmu politik.
Di
samping ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, pengetahuan mencakup juga
humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama, bahasa
dan sejarah.
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Fungsi ilmu yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu kita memerangi penyakit, membangun jembatan, irigasi, membangkitkan tenaga listrik, mendidik anak, memeratakan pendapatan nasional dan sebagainya. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu. Ilmu-ilmu murni kemudian berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan, seperti ilmu murni dan ilmu terapan, mekanika ekanika teknik, hidrodinamika teknik aeronautical, teknik dan desai kapal, bunyi teknik akuistik, cahaya dan optik teknik iluminasi, kelistrika teknik elektronik, magnetisme teknik kelistrikan, dan fisika nuklir teknik nuklir.
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Fungsi ilmu yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu kita memerangi penyakit, membangun jembatan, irigasi, membangkitkan tenaga listrik, mendidik anak, memeratakan pendapatan nasional dan sebagainya. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu. Ilmu-ilmu murni kemudian berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan, seperti ilmu murni dan ilmu terapan, mekanika ekanika teknik, hidrodinamika teknik aeronautical, teknik dan desai kapal, bunyi teknik akuistik, cahaya dan optik teknik iluminasi, kelistrika teknik elektronik, magnetisme teknik kelistrikan, dan fisika nuklir teknik nuklir.
2. Epistemologi
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa
Yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti
perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani
berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan,
atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan
sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi
ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran
ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi
sering juga disebut teori pengetahuan (theory
of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang
berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan,
dan lain sebagainya.
Ruang lingkup epistemologi meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Ruang lingkup tersebut dapat dirinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Epistemologi juga
mencakup beberapa hal seperti pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu,
dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang
tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar,
apa yang dapat kita ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan
itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok; masalah sumber ilmu dan masalah
benarnya ilmu. Epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sehingga epistemologi disimpulkan
sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan
selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang
tertentu.
Seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran
konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Padahal,
epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan
ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan
epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak. Ada beberapa aliran dalam
epistemologi, diantaranya:
-
Empirisme
Kata
empiris berasal dari kata Yunani empieriskos
yang berasal dari kata empiris, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan
kepada kata yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Manusia tahu es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia
mencicipinya.
Manusia
pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang
kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera yang
masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan. Berarti,
bagaimanapun kompleksnya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya
pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan
yang benar. Jadi, pengalaman indera
itulah sumber pengetahuan yang benar. Teori ini adalah teori
tabula rusa dari John Locke, bapak aliran empirisme pada zaman modern, yang secara bahasa berarti meja lilin.
Metode
penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen.
Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.
Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika
dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
-
Rasionalisme
Secara
singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut
aliran ini, memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak
aliran ini adalah Descartes. Descartes seorang filosof yang tidak puas dengan
filsafat scholastic yang pandangannya bertentangan, dan tidak ada kepastian
disebabkan oleh kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga mengemukakan
metode baru, yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala
sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang
berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun
(saya berpikir, maka saya ada).
Rasio
merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada
kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang benderang yang disebut Ideas
Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah).
Idea terang benderang inilah pemberian tuhan seorang dilahirkan (idea innatae = ide bawaan). Sebagai
pemberian tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap
sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme
ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang
agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan
untuk mengkritik ajran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme
adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori
pengetahuan.
-
Positivisme
Tokoh
aliaran ini adalah August Compte. Ia menganut paham empirisme. Ia berpendapat
bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan. Tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera
akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang
jelas. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya
meteran, untuk mengukur berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan.
Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan
akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari
aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang
dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.
-
Intuisionisme
Henri
Bergson adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera yang terbatasa,
akal juga terbatas karena objek yang selalu berubah. Jadi, pengetahuan kita
tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya
dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu,
jadi dalam hal itu manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek.
Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan menyadari
kekurangan dari indera dan akal maka bergson mengembangkan satu kemampuan
tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.
-
Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang ahli
pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme
dengan empirisme. awalnya, Kant
mengikuti rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant
mengakui peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan
sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme),
tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime). Jadi, metode berpikirnya
disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri dari nilai yang tinggi
dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang
melampaui akal.
-
Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme
diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini
dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu,
tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak
disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang
digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum berhubungan dengan
rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan
apriori atau deduktif dapat
diperoleh dari manusia dengan akalnya.
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu
sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi
pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan
kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai
mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud
sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan
dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa
fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh
kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak
lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan
pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong
manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu
yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran
secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang
bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus
disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.
3. Aksiologi
Aksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan.
Aksiologi menjawab pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa pengetahuan
itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan tersebut
dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan dengan
norma-norma moral/profesional?
Perbedaan suatu pengetahuan dengan pengetahuan lain tidak
mesti dicirikan oleh perbedaan dalam ketiga aspek itu sekaligus. Bisa jadi
objek dari dua pengetahuan sama, tetapi metode dan penggunaannya berbeda.
Filsafat dan agama kerap bersinggungan dalam hal objek (sama-sama membahas
hakekat alam, baik-buruk, benar-salah, dsb), tetapi metode keduanya jelas beda.
Sementara perbedaan antar sains terutama terletak pada objeknya, sedangkan
metodenya sama.
Pengetahuan yang diperoleh lewat metode sains bukanlah
terutama untuk pengetahuan itu sendiri, melainkan sebagai alat untuk membantu
manusia dalam memecahkan masalah sehari-hari. Kegunaan ini diperoleh dengan
tiga cara, description (menjelaskan), prediction (meramal,
memerkirakan), dan controling (mengontrol). Penjelasan diperoleh dari
teori. Dihadapkan pada masalah praktis, teori akan memerkirakan apa yang akan
terjadi. Dari perkiraan itu, kita memersiapkan langkah-langkah yang perlu
dilakukan untuk mengontrol segala hal yang mungkin timbul, entah itu merugikan
atau menguntungkan.
Satu sisi yang sering diperdebatkan adalah menyangkut
netralitas sains, kaitannya dengan agama atau ideologi tertentu. Pada dasarnya
sains itu netral, atau setidaknya bermaksud untuk netral, dalam arti ia hanya
bermaksud menjelaskan sesuatu secara apa adanya. Tetapi sains dapat mengilhami
suatu pandangan dunia tertentu, dan ini tidak netral. Misalnya teori evolusi
Darwin dapat menjadi pandangan dunia yang mekanistik dan ateistik. Dan hal ini
sangat mencemaskan bagi kaum agamawan.
Lahirnya suatu teori juga ternyata tidak bisa dilepaskan dari
konteks tempat teori itu dilahirkan. Konteks meliputi pandangan dunia yang
dianut ilmuwan, latar belakang budaya, bahasa, dll. Pengaruh konteks ini
terutama sangat terasa pada sains sosial sehingga suatu sains bisa menghasilkan
beragam aliran dan perspektif.
0 komentar:
Posting Komentar