Kamis, 06 Maret 2014

ANTUSIASME REMAJA TERHADAP KESENIAN TRADISIONAL BEGALAN

A.     Latar Belakang Masalah
Dalam Era Globalisasi atau era modern seperti sekarang ini kesenian tradisional mulai terpinggirkan tak terkecuali kesenian tradisional Banyumas yang berangsur-angsur mulai punah  bahkan yang paling dikhawatirkan yaitu apakah masyarakat Banyumas 50 tahun ke depan masih bisa menyaksikan kesenian daerahnya sendiri seperti lengger, calung, ebeg, kenthongan, buncis, begalan, ujungan, dhames, dan sebagainya. Bisa dikatakan bahwa beberapa kesenian tradisional Banyumas berada dalam kondisi dilematis, hidup enggan mati tak mau.  Pada kenyataanya masih ada sebagian sisi dari masyarakat yang memiliki minat untuk berkesenian. Namun di lain sisi perhatian dan pembinaan kesenian oleh pemerintah atau instansi terkait sangat kurang dan memprihatinkan menyebabkan terjadinya kemunduran dan Indikatornya adalah makin jarang kelompok yang mementaskan kesenian tradisional Banyumas.
Salah satu tradisi upacara tradisional yang masih bertahan di Banyumas adalah upacara Begalan. Tradisi Begalan adalah jenis kesenian yang biasanya dipentaskan dalam rangkaian upacara perkawinan yaitu saat calon pengantin pria beserta rombongannya memasuki pelataran rumah pengantin wanita. Disebut Begalan karena atraksi ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa disebut begal. Yang menarik adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan si pembegal biasanya berisi kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan disampaikan dengan gaya yang jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending. Sebagai layaknya tari klasik, gerak tarinya tak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting gerak tarinya selaras dengan irama gending. Jumlah penari 2 orang, seorang bertindak sebagai pembawa barang-barang (peralatan dapur), seorang lagi bertindak sebagai pembegal/perampok. Barang-barang yang dibawa antara lain ilir, ian, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendhil dan wangkring. Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang
B.     Rumusan Masalah
1.                  Bagaimana sejarah dan jalannya upacara tradisi Begalan?
2.                  Bagaimana antusiasme remaja terhadap kesenian tradisional khusunya Begalan di era globalisasi seperti saat ini  dan seberapa besarkah pengaruh antusiasme remaja tersebut terhadap eksistensi atau keberlangsungan kesenian Begalan?

C.     Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan yang ingin dicapai yaitu mengetahui seperti apa kesenian tradisional Begalan itu baik dari segi sejarah dan ciri khasnya. Tujuan selanjutnya yaitu guna mengetahui bagaimana antusiasme remaja terhadap kesenian tradisional khusunya Begalan di era globalisasi seperti saat ini serta dapat pula mengetahui seberapa besarkah pengaruh antusiasme remaja terhadap eksistensi atau keberlangsungan upacara tradisional Begalan.

D.    Hasil dan Pembahasan
            Bertolok dari rumusan masalah diatas, Begalan memang suatu upacara tradisional yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang masyarakat Banyumas dan merupakan upacara tradisional yang penting diadakan terutama bagi pernikahan anak pertama. Upacara tradisional Begalan bukanlah upacara tradisional yang sembarangan. Ada berbagai penjelasan dan filosofi terhadap segala tindakan sang pembegal serta alat-alat yang digunakan Menurut para pakar budaya di Banyumas, tradisi begalan muncul sejak Pemerintah Bupati Banyumas ke XIV, saat itu Raden Adipati Tjokronegoro (tahun 1850). Pada jaman itu Adipati Wirasaba berhajat mengawinkan putri bungsunya Dewi Sukesi dengan Pangeran Tirtokencono, putra sulung Adipati Banyumas. Satu minggu setelah pernikahannya Sang Adipati Banyumas berkenan memboyong kedua mempelai dari Wirasaba ke Kadipaten Banyumas (ngunduh temanten), berjarak kurang lebih 20 km. Setelah menyeberangi sungai Serayu dengan menggunakan perahu tambang, rombongan yang dikawal sesepuh dan pengawal Kadipaten Wirasaba dan Banyumas, di tengah perjalanan yang angker dihadang oleh seorang begal (perampok) berbadan tinggi besar, hendak merampas semua barang bawaan rombongan pengantin. Terjadilah peperangan antara para pengawal melawan Begal raksasa yang mengaku sebagai penunggu daerah tersebut.Pada saat pertempuran akhirnya begal dapat dikalahkan. Kemudian lari menghilang masuk ke dalam Hutan yang angker dan wingit. Perjalanan dilanjutkan kembali, melewati desa Sokaweradan Kedunguter. Sejak itu para leluhur daerah Banyumas berpesan terhadap anak cucu agar mentaati tata cara persyaratan perkawinan, dikandung maksud kedua mempelai terhindar dari marabahaya.

Peraga Begalan
Tarian Begalan dibawakan oleh dua pemain pria yang dilakukan berpasangan. Seorang bertindak sebagai pembawa barang-barang (peralatan dapur) dan seorang bertindak sebagai  begal 'perampok'. Begalan ini membawakan dialog dengan gaya jenaka yang isinya berupa petuah-petuah penting bagi kedua mempelai atau penonton pertunjukan begalan tersebut. Nama tokoh dalam  setiap grup begalan dapat berbeda-beda. Mereka dapat menciptakan nama pemain sendiri sesuai selera, terdapat beberap nama tokoh yang sering dipakai dalam pertunjukan begalan yaitu Surantani, Sabdaguna, Guna (sebagai korban dalam perampokan) dan Surandenta, Rekadaya, Karya (sebagai perampok). Nama tersebut memiliki maksud seperti Sabdaguna yaitu semua yang diucapka mengandung nasehat yang berguna. Rekadaya berarti usaha/upaya. Karya berarti kerja sedangkan Guna adalah berguna.

Jalannya Prosesi Begalan
Berdasar observasi yang penulis lakukan di Desa Wiradadi, Kecamatan Sokaraja, terlihat prosesinya diawali dengan kedua orang pria yang bertemu yang salah satunya membawa Ubarampe Begalan. Kedua pria tersebut saling bercakap yang salah satu pria bertanya mengenai Ubarampe tersebut, dan kemudian pria satunya menjelaskan makna dari Ubarampe yang dibawakan beserta petuah yang disampaikan pada pasangan pengantin. Terdapat berbagai makna yang dikandung  dari Ubarampe tersebut yang maknanya berkaitan dengan kehidupan rumah tangga. Setelah semua penjelasan dipaparkan yang disampaikan dengan gaya yang kocak, kemudian semua Ubarampe tersebut diperebutkan oleh warga sekitar.
Ubarampe Begalan
Materi atau peralatan yang dibutuhkan dalam pementasan Begalan ini antara lain adalah:
1.       perkakas begalan;
Perkakas yang dipergunakan dalam kesenian begalan mengandung unsur simbolik. Simbol merupakan unit atau bagian terkecil dalam ritual yang mengandung makna dari tingkah laku ritual yang bersifat khusus. Berikut beberapa perkakas begalan beserta simbolnya:
a.       pikulan (mbatan/wangkring);
Pikulan atau mbatan merupakan alat pengangkat brenong kepang bagi peraga Surantani (Pihak yang dibegal). Alat ini terbuat dari bambu. Pikulan melambangkan bahwa seorang laki-laki atau perempuan yang akan menikah harus dipertimbangkan dahulu bibit, bebet, dan bobotnya sehingga tidak menyesal dikemudian hari. Selain itu pikulan juga berarti bahwa nanti jika seseorang telah menikah, hendaknya segala suka dan duka dirasakan dan dipikul secara bersama-sama agar semuanya terasa lebih ringan.
b.      wlira (Pedang Wlira);
Alat yang digunakan untuk memukul salah satu alat-alat dalam brenong kepang. Wlira terbuat dari kayu panjangnya kurang lebih 1m, tebal 2cm, lebar 4cm. Pembawa alat ini adalah dari pihak pembegal atau Surandenta. Surandenta dan pedang wlira menggambarkan seorang laki-laki yang bertanggung jawab berani menghadapi sesuatu yang menyangkut keselamatan keluarga.
c.        brenong kepang;
Brenong kepang yaitu paralatan yang di bawa oleh Surantani utusan dari pihak pria yang berupa alat-alat dapur, seperti:
1)                 ian yaitu anyaman bambu panjangnya kurang lebih 1m berbentuk bujur sangkar. Merupakan alat untuk angi nasi. Melambangkan bumi tempat kita berpijak;
2)                 ilir yaitu anyaman bambu panjang dan lebarnya 35cm dan diberi tangkai sebagai alat untuk pegangan.  Melambangkan seseorang yang sudah berkeluarga agar dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk;
3)                 cething yaitu alat yang digunakan sebagai tempat nasi, terbuat dari anyaman bambu. Maksudnya adalah manusia hidup di bumi dan di tengah masyarakat tidak boleh sekehendak sendiri tanpa menghiraukan lingkungan dan sesama makhluk hidup;
4)                 kukusan yaitu alat penanak nasi yang dibuat dari anyaman bambu, berbentuk kerucut. Alat ini melembangkan bahwa aseorang yang sudah berani hidup berumah tangga harus berani berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun harus merasakan sesuatu yang kurang menyenangkan atau kurang diharapkan;
5)                 centhong yaitu alat yang terbuat dari kayu atau tempurung kelap, berfungsi untuk mengambil nasi. Maksudnya seseorang yang sudah berrumah tangga harus mau mengoreksi diri (introspeksi diri) sehingga jika ada perselisihan antara kedua belah pihak dapat segera diselesaikan. Selalu mengadakan musyawarah untuk mencapai mufakat sehingga terwujud keluarga yang sejahtera bagahia lahir dan batin;
6)                 irus yaitu alat yang terbuat dari kayu atau tempurung kelapa, berfungsi untuk mengambil atau mengaduk sayur. Maksudnya adalah seseorang yang sudah berumah tangga janganlah senang mengambil orang lain atau tergiur dengan pria/wanita lain karena akan menyebabkan keretakkan dala rumah tangga;
7)                 siwur  yaitu alat yang terbuat dari tempurung kelapa yang diberi sedikit lubang pada bagian tengah dan kemudian diberi tangkai dari bambu atau kayu, berfungsi untuk mengambil air. Siwur merupakan  kerata basa  'akronim' dari kata asihe aja di awur-awur  artinya orang yang sudah berrumah tangga harus dapat mengekang hawa napsu jangan suka menabur benih kasih sayang kepada wanita/pria lain. Sehingga tidak menimnulkan goncangan rumah tangga agar bahtera rumah tangganya dapat selamat.

Busana
Kostum dalam pementasan seni Begalan  sangat sederhana dan tidak terlalu menuntut pada bahan-bahan yang mahal, warna-warna yang gemerlap ataupun model yang aneka ragam. Mereka cukup menggunakan pakaian adat Jawa. Pakaian yang biasanya dikenakan para pemain Begalan antara lain adalah: Baju koko hitam, Stagen dan sabuk, Celana komprang hitam, Kain jarik atau sarung,  Sampur, Iket wulung hitam.

Musik/ Iringan
Pentas kesenian Begalan menggunakan musik dan iringan. Gendhing-gendhing Jawa yang biasanya digunakan untuk mengiringi pementasan ini antara lain adalah: Ricik-ricik Banyumasan, Gunung Sari Kalibagoran, Renggong kulon, Pisang balik, dan Eling-eling Banyumasan.
            Begalan bisa dikatakan sebagai kesenian tradisional yang hampir punah, karena eksistensinya yang mulai terancam. Hal ini dapat dilihat dari jarangnya pertunjukan Begalan di daerah perkotaan dan faktanya memang kesenian ini lebih sering ditemukan di lingkungan masyarakat pedesaan. Kesenian yang sudah diwariskan secara turun temurun ini sebenarnya tak sepantasnya punah, hanya karena intensitas dilakukannya semakin menurun. Memang, jaman berkembang semakin modern, yang banyak orang berpikir akan tidak lagi diperlukannya kesenian semacam itu. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi persepsi dan pengetahuan tentang tradisi begalan pada remaja Banyumas. Padahal, seharusnya remaja-lah yang melestarikan tradisi yang dilakukan pada upacara pernikahan ini mengingat tradisi ini mengandung banyak makna positif yang disimbolkan dengan berbagai alat yang menjadi sebuah pengharapan terhadap kehidupan rumah tangga sang pengantin baru kelak.
Bu Alih Suhesti seorang dukun pengatin dari desa Karangnanas, Sokaraja sering menerima pesanan agar membawa serta kelompok Begalan ketika ia merias pengantin. Bu Hesti menjelaskan bahwa Begalan merupakan seni yang syarat akan makna misalnya perkakas yang di bawa dalam prosesi Begalan mengandung arti, seperti contoh sapu lidi yaitu sapu yang terdiri dari banyak satuan lidi dimaknai agar rumah tangga menjadi kokoh karena tersusun dari satuan lidi. Bu Hesti juga menjelaskan bahwa Begalan di laksanakan oleh keluarga yang pertama mempunyai hajat dan tidak harus anak pertama bisa anak kedua yang melangsungkan pernikahan terlebih dahulu yang penting keluarga tersebut baru pertama kali melaksanakan hajatan. Kemudian bu Hesti selaku dukun penganten beliau percaya tentang mitos yang terkandung dalam Begalan seperti efek negatif bila tidak melaksanakan Begalan, bahkan bu Hesti mengaku bahwa ada keluarganya sendiri yang mendapat nasib sial karena ketika menikah tidak melaksanakan Begalan.
            Berbicara mengenai antusiasme remaja Banyumas terhadap upacara tradisional Begalan, penelitian yang penulis lakukan mendapatkan hasil yang cukup bervariasi terhadap antusiasme remaja Banyumas. Remaja asli Banyumas pada umumnya memang mengetahui tentang Begalan, terutama remaja yang berada di Desa Sokaraja seperti Sofia Hidayatun. Remaja 16 tahun yang mengenyam pendidikan di SMK N 1 Banyumas ini mengetahui mengenai peraga dan ubarampae Begalan. Ia mengaku bahwa tradisi Begalan ini Ia ketahui melalui media pendidikan, seperti buku serta lingkungan sekitar yang memang masih menjalankan tradisi Begalan dalam upacara pernikahan. Diketahui bahwa antusiasme Sofi sangat tinggi terhadap tradisi Begalan tersebut. Hal ini dapat disimpulkan dari pengetahuan yang Ia kuasai mengenai tradisi Begalan, bahkan hingga mitos mengenai Begalan sekalipun. Meskipun keberadaan Begalan hampir punah, Sofi berpendapat bahwa tradisi ini harus terus dilestarikan karena sudah diwariskan secara turun temurun. Caranya bisa dengan memberikan pengetahuan lebih terhadap tradisi Begalan melalui pendidikan formal, seperti sekolah sehingga anak-anak dan remaja akan mengetahui tentang tradisi Begalan ini. Kemudian ada Winda Eka Kurniawati yang merupakan mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Winda mengaku mengetahui mengenai Begalan hanya sebatas ubarampe yang digunakan. Winda mengetahui tentang tradisi begalan ini karena lingkungannya masih menjalankan tradisi ini. Lingkungannya yang masih berada satu kawasan dengan Sofia, namun Ia menaruh antusiasme yang rendah terhadap tradisi Begalan di lingkungannya karena Ia justru jarang mempunyai keinginan melihat tradisi ini meskipun lingkungannya melakukan. Meskipun Winda dan keluarganya asli Jawa Timur, namun Ia berpendapat bahwa Begalan itu hukumnya wajib dilakukan pada upacara pernikahan anak pertama karena Ia kini sudah menetap di Banyumas yang memiliki tradisi Begalan ini. Winda menganggap Begalan sebenarnya sudah tidak relevan di jaman yang modern seperti sekarang, meskipun terdapat mitos mengenai Begalan itu sendiri, tetapi Ia berpendapat mitos itu tidak berpengaruh karena itu tergantung dari kemampuan individunya masing-masing dalam menjalin hubungan rumah tangga. Selain itu ada pula Ika Desi Putri mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman yang berasal dari Cilacap. Ika berasal dari Cilacap yang notabene juga masih daerah Banyumas. Ia mengaku hanya mengetahui sedikit tentang Begalan karena pernah menonton di acara pernikahan namun ia tetap antusias dan mendukung Begalan agar tetap eksis di jaman sekarang. Caranya bisa dengan mengadakan acara semacam talkshow tentang kebudayaan Banyumas. Yang terakhir, ada Riri Asriati yang juga mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman. Riri berasal dari Bekasi dan tidak mengetahui sama sekali tentang Begalan, namun ia mengaku penasaran dan ingin tahu tentang Begalan dan mendukung agar kesenian ini terus ada dengan cara sosialisasi ke masyarakat terutama kaum remaja. Lain lagi dengan Reesma Ufuu Nurlatifah yang merupakan siswa SMP 1 Sokaraja meskipun mengaku tau tentang Begalan namun Ufuu hanya mengetahui sebatas nama Begalan itu dan tidak mengetahui mekanismenya, ketika dilingkungannya dilaksanakan acara Begalan Ufuu lebih cenderung berminat untuk datang ke lokasi Begalan untuk bermain bersama teman-teman serta atau membeli jajan tanpa ada rasa ingin tahu apa itu atau makna dari Begalan. Hal ini membuktikan bahwa anak remaja usia dini masih sangat awam dengan budaya masyarakat tradisional dan semakin mendukung pernyataan bahwa antusiame remaja terhadap kesenian tradisional Begalan masih sangat kurang yang disebabkan oleh banyak faktor diantarnya orang tua yang tidak mengenalkan sejak dini tentang budaya tradisional dan sekolah yang kurang maksimal dalam upaya tetap memepertahankan budaya tradisional sehingga antusiasme ini mempunyai dampak domino bagi budaya tradisional seperti semakin tergusur dan berangsur-angsur menghilang.
            Penulis berhasil menemui dan mewawancarai langsung pemain peraga Begalan yang bernama Imam Munandar dan Bagus Setyo Nugroho yang sudah 20 tahun menggeluti profesi ini meski bukan utama dan hanya sekedar hobi namun beliau berdedikasi tinggi dalam melestarikan tradisi Begalan. Meskipun demikian, mereka mengaku bahwa lebih sering di undang untuk mengisi acara Begalan di desa-desa dan jarang di undang untuk mengisi acara Begalan di daerah perkotaan. Akan tetapi mereka berdua tidak terlalu percaya dengan mitos tentang Begalan. Kedua peraga ini bahkan mengakui bahwa tidak wajib melaksanakan Begalan dalam sebuah pernikahan karena tergantung kemampuan masing-masing keluarga. Mereka juga hanya menganggap Begalan sebagai seni Banyumas yang harus terus dilestarikan keberadaannya.

E.     Kesimpulan dan Saran
E.1 Kesimpulan
Begalan memang sudah menjadi tradisi yang melekat dalam masyarakat Banyumas yang seharusnya wajib dilestarikan. Namun dari kalangan remaja sendiri sebagai generasi utama penerus bangsa mempunyai antusiasme yang rendah terhadap tradisi Begalan. Begalan pada masyarakat Banyumas yang merupakan tradisi wajib pada upacara penikahan bagi anak pertama dengan segala ubarampe, memiliki makna yang positif yang juga bisa menjadi doa terhadap kehidupan rumah tangga bagi pengantin tersebut.
Hasil observasi membuktikan bahwa pengetahuan remaja terhadap Begalan lebih tinggi di kalangan remaja yang hidup di daerah pedesaan, hal ini karena Begalan memang lebih sering diadakan di pedesaan yang masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai tradisional dan percaya pada mitos-mitos tertentu, meskipun  penulis menemukan adanya ketidaktahuan responden terhadap tradisi Begalan ini walaupun Ia tinggal di kawasan pedesaan yang masih menjunjung tinggi tradisi Begalan. Bahkan, remaja pendatang dari luar Banyumas juga tidak mengetahui mengenai Begalan. Hal ini menunjukan bahwa pelestarian Begalan oleh masyarakat Banyumas sendiri kurang maksimal.
Begalan pada dasarnya merupakan kesenian yang menarik dan unik. Hal ini terbukti dari adanya keinginan sebagian besar responden untuk tetap menyaksikan Begalan yang dipertunjukan di sekitar Banyumas, meskipun pengetahuan mereka masih minim terhadap tradisi ini.
Penelitian yang dilakukan juga membuktikan bahwa pengaruh antusiasme remaja terhadap eksistensi atau keberlangsungan kesenian Begalan sangatlah besar karena apabila antusiasme remaja sebagai generasi penerus rendah dan semakin menurun maka akan mengancam keberadaan kesenian Begalan. Seharusnya remajalah yang menjadi tumpuan guna melestarikan dan mempertahankan Begalan.

E.2 Saran
Tradisi Begalan semakin pudar seiring dengan kemajuan jaman dan antusiasme remaja juga semakin berkurang. Oleh karena itu, pelestarian Begalan harus lebih dimaksimalkan dengan berbagai cara seperti sosialisasi baik secara formal di sekolah atau non formal saat di lingkungan masyarakat. Lalu perlu juga ditanamkan pandangan tentang pentingnya pelestarian kebudayaan Banyumas seperti Begalan dalam diri remaja khususnya remaja Banyumas sedari dini.
Pelestarian kebudayaan Banyumas seperti Begalan juga bisa dilakukan oleh Pemerintah setempat dengan cara diadakan festival kebudayaan Banyumas. Dari acara tersebut, berbagai kebudayaan Banyumas bisa ditampilkan untuk kemudian diperkenalkan kepada masyarakat asli Banyumas dan masyarakat pendatang.

F.     Daftar Pustaka

Pelana. 2008, “Begalan dalam Kehidupan Masyarakat Banyumas”, panginyongan.blogspot.com,
        di nduh pada Minggu 16 Juni 2013.
Yunz. 2012, “Kesenian Begalan”, ilalang2senja.blogspot.com, di unduh pada Minggu 16 Juni
        2013.


Gambar 1.1
Foto bersama responden 1 Ibu Alih Suhesti selaku dukun pengantin setelah wawancara.
Gambar 1.2
Foto bersama responden 2 Sofia Hidayatun setelah wawancara.
Gambar 1.3
Foto bersama responden 3 Winda Eka Kurniawati setelah wawancara.
Gambar 2.1
Foto bersama responden 4 Reesma Ufuu Nurlatifah setelah wawancara.
Gambar 2.2
Foto bersama responden 5 dan 6, Ika Desi Putri dan Riri Asriati setelah wawancara.
Gambar 2.3
Foto penulis bersama ubarampe atau peralatan Begalan.
Gambar 3.1
Ubarampe dibawa menuju lokasi Begalan.
Gambar 3.2
Suasana saat pengantin pria memasuki lokasi pernikahan diiringi oleh pembegal.
Gambar 3.3
Suasana saat Begalan baru dimulai dan pemain sedang menarikan tarian Banyumas.
Gambar 4.1
Suasana saat Begalan sedang berlangsung.
Gambar 4.2
Suasana saat pemain Begalan sedang menjelaskan makna dari ubarampe.
Gambar 4.3
Foto penulis saat sedang menonton acara Begalan.
Gambar 5.1
Warga sekitar saat sedang berebut ubarampe.
Gambar 5.2
Foto bersama para pemain Begalan, Bapak Imam Munandar dan Bagus Setyo Nugroho.


0 komentar:

Posting Komentar