Senin, 09 Juni 2014

MEDIA SOSIAL SEBAGAI WADAH KAMPANYE


Teknologi nampaknya sudah menjadi candu bagi masyarakat Indonesia masa kini. Berbagai aspek kehidupan tak luput dari penggunaan teknologi sebagai media penunjangnya.  Hampir setiap orang menggunakan teknologi mulai dari radio, televisi, dan yang paling diminati saat ini adalah internet. Pemanfaatannya pun bukan lagi sekedar untuk hiburan, namun sudah merambah ke berbagai aspek seperti bisnis, pendidikan, bahkan politik.

Mendekati waktu pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan berlangsung tak lama lagi, para kandidat calon presiden dan calon wakil presiden semakin gencar mempromosikan dirinya. Namun, pemilu tahun ini sedikit berbeda dengan pemilu sebelumnya, khususnya dalam hal cara berkampanye. Saat ini, media sepertinya memberikan andil yang sangat besar dalam membantu proses kampanye capres dan cawapres, terutama penggunaan media sosial seperti facebook, twitter, dan lainnya. Jika pada kampanye sebelumnya, pemanfaatan teknologi untuk berkampanye yang paling besar adalah televisi, namun saat ini pemanfaatan media sosial untuk berkampanye jauh lebih besar dibandingkan dengan televisi. Bahkan, capres dan cawapres diduga membeli beberapa akun pada media sosial untuk memberitakan hal-hal positif mengenai dirinya dan membayar beberapa oknum untuk mendukung berita tersebut dengan komentar yang positif pula.
Setiap hari akun-akun yang mempromosikan capres dan cawapres gencar berkumandang di berbagai jejaring sosial. Seringkali, berita-berita yang dipostingnya justru memicu pro dan kontra di kalangan pembaca yang berujung pada debat. Banyak komentar dengan kata-kata tak pantas dari pihak lawan turut menghiasi kolom komentar. Tak jarang pula akun-akun tersebut melontarkan berita atau gambar yang terkesan menyerang lawan politiknya. Banyak masyarakat pengguna media sosial di Indonesia yang belum mampu menganalisis berita dan mudah terprovokasi sehingga langsung menelan bulat-bulat isi berita yang diposting. Masyarakat lain juga dibuat risih dengan situasi seperti ini. Bukannya simpati, mereka justru menjadi kesal dan tak sedikit pula yang memblokir akun-akun tersebut.
Hal ini tentunya sangat disayangkan karena pemanfaatan media sosial sebagai sarana berkampanye dinilai tidak efektif dan terkesan justru memperkeruh keadaan diantara masyarakat terutama para pengguna media sosial. Keadaan yang keruh tersebut ditakutkan akan memicu konflik yang berujung perpecahan di antara kubu-kubu pendukung capres dan cawapres. Para capres dan cawapres seharusnya lebih berhati-hati dalam melakukan kampanye. Penggunaan media sosial sebagai sarana berkampanye sah-sah saja asalkan tidak menuai berbagai masalah bahkan konflik dan perpecahan di kalangan masyarakat. Mereka seharusnya dengan bijak menggunakan media sosial agar masyarakat bisa bisa lebih dekat dan mengenal kepribadiannya, serta sebagai sarana bersosialisasi agar masyarakat bisa lebih jelas mengetahui visi misi dari para kandidat tersebut dan mereka tidak salah menggunakan hak pilihnya pada pemilu mendatang.

0 komentar:

Posting Komentar